Siang itu cerah,
matahari timbul tenggelam dibalik gumpalan awan yang ikut terang
tergesa-gesa meluncur ke ufuk barat untuk memulai gelap. Namun jam ditangan
telah menunjukkan pukul 3. Suasana sekolah tua itu sepi, tinggal sekelompok
anak bengal yang tertawa mendengar gurauan salah satu temannya duduk di beranda
sebuah kelas.
Beberapa meter dari mereka duduk sang ketua OSIS yang kini duduk di kelas XII. Meradang memandangi langit dan terkesan dalam raut wajahnya kekhawatiran akan masa depan. Sedangkan yang lain ada di masjid sekolah untuk salat ashar. Hari-hari itu bulan Ramadhan dan pondok ramadhan sedang digelar di sekolah tua itu untuk anak-anak kelas X.
Beberapa meter dari mereka duduk sang ketua OSIS yang kini duduk di kelas XII. Meradang memandangi langit dan terkesan dalam raut wajahnya kekhawatiran akan masa depan. Sedangkan yang lain ada di masjid sekolah untuk salat ashar. Hari-hari itu bulan Ramadhan dan pondok ramadhan sedang digelar di sekolah tua itu untuk anak-anak kelas X.
Sekelompok anak
tadi maupun sang ketua OSIS tak jua pergi ke masjid untuk bergabung dengan yang
lain untuk salat ashar. Adzan ashar rupanya tak mampu untuk memadamkan tawa
sekelompok anak maupun lamunan sang ketua OSIS tadi.
Hisyam, nama salah
seorang dari sekelompok anak yang sedari tadi mengocok perut kawan-kawannya.
Tubuhnya kecil, kakinya memiliki kelainan berbeda panjang hingga melihatnya
berjalan terasa menggelikan, namun suaranya kencang tak terkira, ia kenal
dengan sang ketua OSIS tadi karena rumahnya berdekatan. Hisyam lalu mengganti
bahan leluconnya. Ia membicarakan orang yang sedang duduk beberapa meter
dari mereka itu.
“Sipit-sipit gitu
jadi ketua OSIS....” Hisyam menarik pelatuk penghujatan, tawa meledak dari
sekitarnya.
“ Tahu ngga lo,
waktu kecil kita main-main bareng kan. Dia pipis dicelana tau. Hahahaha”
Mulutnya berkata lagi namun tak seorangpun tertawa. Yang sedari tadi duduk kini
bangkit dan langkahnya menuju ke sekelompok anak-anak itu.
Hisyam langsung
menyadarinya. Ia berlari ke arah lapangan, larinya cepat namun tubuhnya
berguncang hebat karena kelainan kakinya. Tapi lari sang ketua OSIS lebih
cepat. Dengan cepat ia meremas pundak tubuh kecil itu dan menindihnya jatuh ke
tanah. Seketika ia bangkit namun remasan tangannya tak lepas dari tubuh Hisyam.
Kini tangan
kirinya meremas bagian atas baju koko yang dipakai Hisyam, membuat satu kancingnya
terlepas dari tempatnya. Wajahnya memerah seperti api. Sebuah gelombang
kemarahan yang sebelumnya belum pernah ada.
“Jangan main-main
lo ama gua!!!!! Gua sikat remuk lo!!!!! Jangan malu-maluin gua lo disini”
Teriak sang ketua OSIS, tangannya terkepal siap untuk meninju.
Tiba-tiba dari
belakang, dua orang pengurus takmir masjid sekolah (yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan pondok ramadhan kali ini) memisahkan Hisyam yang ketakutan
dan sang ketua OSIS yang terbakar emosi.
“Udah mas, udah
mas, inget...inget....Bulan Puasa....” Kata salah seorang pengurus takmir.
Sang ketua OSIS
lalu melepaskan tangannya dari baju Hisyam.
“Salat!!!”
bentaknya kepada Hisyam.
Hisyam kembali ke
kawanannya yang sudah mengambil langkah untuk pergi ke masjid.
Ingat bahwa dirinya
sendiri juga belum salat, sang ketua OSIS dengan wajah yang masih mengungkapkan
kemarahan lalu berjalan di belakang kelompok anak-anak tadi yang didampingi
pengurus takmir. Pandangan mereka tertuju ke depan dan tak berani menoleh ke
belakang untuk melihat sang ketua OSIS.
“Beneran kejadian
yang kaya gitu??” Kata Si Admin.
“Iyalah, anak-anak
kaya mereka. Andai bisa diatur dikit aja. Bukan hanya kali ini aja. Mereka udah
ngga punya takut, bahkan sama guru” Kata temen si Admin.
“Kira-kira di
sekolah sebelah ada ngga problem kaya gini?” Tanya si Admin.
“Ada pasti, begini
memang negeri ini. Tapi mereka dalam proses menuju yang lebih baik. Sekolah
sebelah tambah pinter-pinter, pergaulannya makin baik. Sekolah yang itu tesnya
diperketat. Ironisnya, ketika mereka dalam proses memperbaiki kita malah makin
rusak. Gimana SMA kita beberapa tahun lagi? Tinggal selangkah lagi kita
nyemplung got”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar