Sabtu, 25 Agustus 2012

So Long My Only Hope, So Long


Entah mengapa hari itu cerah sekali. Seakan mengikuti rona hatiku yang juga sedang bahagia. Apakah yang membuat bahagia? Aku juga tak tahu. Meskipun kata sayang telah terucap, aku masih tak yakin apakah dia mau menerima...ku.
Kulihat jemari tanganku, jumlahnya masih 10. Kukatupkan yang 4, dan sisanya... itulah waktu yang harus kujalani untuk bersabar menunggu. Bukan, ini bukan perjuangan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Semuanya masa lalu, ceritanya panjang.
Yang jelas kini aku dibayangi oleh kebahagiaan yang sudah merentangkan tangannya untuk memelukku.
Aku duduk di bangku panjang di timur aula SMP. Badanku menghadap toilet. Dan di sebelah kiri ku duduk seorang perempuan. Pandangannya tak menentu, kadang mendongak ke langit lalu tiba-tiba menunduk ke bawah memandangi kaki-kakinya. Raut wajahnya mengisyaratkan bahwa dia sudah tak betah disini.
Teman-temannya mengintip dari balik pembatas toilet wanita, sesekali menggumamkan bisikan yang tak kudengar dan ia merespon dengan pandangan “gimana??”. Sedangkan teman-temanku, mereka duduk di sisi utara aula, merobek-robek kertas dan sesekali bergumam.....
“Nyatain, cepetan.....” Kata Johan tanpa melepas pandangan dari robekan kertasnya.
“Iya, kelamaan.....” Kata Randhi menyahuti.
Aku semakin senewen, rasanya percuma berkata-kata pada orang disebelahku ini. Berulang kali aku berkata hasilnya sama. Diam, pura-pura tak mendengar, dan menerawang ke arah sahabat-sahabatnya di toilet.
“Gak tau....” Jawabnya.
Aku ambil handphone. Ku ketik....
Q : Mau ngga jadi pacarku?
A : ......
Lalu dengan malas dia mengambil handphoneku dan mengetikkan sesuatu. Sesaat aku sumringah lalu kembali datar ketika aku melihat
Q : Mau ngga jadi pacarku?
A : Gak tau
Lama sekali aku duduk disana tanpa menggeser posisiku. Waktu tak pernah mau menunggu, ia terus berlari bahkan ketika asaku mulai menipis. Penat mulai datang. Sahabat-sahabatnya dan kawan-kawanku juga terlihat bosan. Johan kehabisan kertas untuk disobek.
Kulirik jam di handphoneku, menunjukkan pukul 10.42. Kuniatkan bahwa jika sampai semenit lagi pernyataanku tak di jawab, kutinggalkan saja semua ini dan menganggap aku ditolak.
Rasanya aku takut melihat angka 10.43, tapi toh waktu terus berjalan dan menit juga pasti berganti. Ketika angka 10.43 itu benar-benar mewarnai mataku, seketika itu aku bangkit dengan kekecewaan. Aku pergi.
Aku mengasokan diri, menyandarkan bahu yang lelah di kursi lipat pak satpam di pos depan. Pelukan dari sang bahagia itu batal. Dan sekarang aku hanya sendiri, tersendu-sendu. Mungkin sedikit berlebihan kawan. Tapi coba bayangkan, ditinggalkan kebahagian yang dekat adalah sebuah kekalahan pedih.
Lalu kupinjam handphone si Randhi. Kucari game atau sesuatu yang mungkin bisa sedikit menghibur.
Tiba-tiba handphone si Randhi bergetar. Alert “1 New Message – MyLastOne” tertulis di layar depan. Dari Bety, pacar si Randhi. Perasaanku semakin memburuk dan kukembalikan handphonenya.
Kuhampiri Johan, ternyata ia juga asyik dengan handphonenya. Tanpa sepengetahuanya kulirik ke dalam layarnya. “Inbox – Ny.Johan – Yank, jangan lupa maem, jangan lupa salat. Kok belum pulang sih? Sama sapa aja di sekolah?”. Sakit bro, rasanya kaya kena sindrom turun berok walaupun aku ngga tau turun berok itu kaya apa.
“Nyet, ntar aku ngga latihan......” Kataku pada Randhi
“Eh, kenapa?” Tanyanya.
“Nggak napsu” Jawabku.


Sorenya.
Ternyata Randhi tetap kerumah, suara motornya yang khas gampang dikenali. Serta merta kumatikan mp3 yang mengalunkan Last Child –Pedih sedari tadi, lalu kepeluk guling erat-erat agar terlihat seperti tertidur. Pintu tak kukunci. Namun ketika melihat motor ayahku tak ada, Randhi langsung nyelonong masuk.
“Latihan..latihan...latihan.....” Teriak Randhi.
Aku pura-pura mendengkur....
“Aku tadi sms Bidadari kecilmu.... katanya......”
Bajingan kecil ini berhasil mempengaruhiku, aku langsung bangkit ketika mendengar kalimat itu.
“Hahahaha.........Mandi!!!!!” Tawanya langsung menjadi teriak menyuruhku mandi.
Aku pun mandi dan terpaksa ikut latihan band di rumah Farly.
“Aku ngga bohong soal sms ke Bidadari kecil tadi” Kata Randhi sambil menyetir.
Aku mendengarkan dengan sedikit perasaan tak nyaman, ternyata masih ada sisa sabun di sela-sela telingaku.
“Aku sms gini, Kamu sayang ngga sama si Admin?” Jelas Randhi.
“Trus?” Kataku.
“Katanya gini, aku sayang dia mas tapi aku takut mas. Tahu sendiri kan kalo Mas Admin baru putus sama mantannya itu. Aku takut entar mantannya ngga rela.”
“Trus, mbok bales gimana??” Tanyaku
“Gini, kalo misalkan sayang beneran ya yakinin aja, perjuangin.” Jawab Randhi.
“Tunggu aja barangkali Bidadari kecil berubah pikiran kan kamu di sms” Katanya lagi.
Setelah itu sepi hingga kami berdua sampai dirumah Farly.
Di studio aku hanya diam. Menganggap semua usaha sia-sia. Admin ya admin aja, ga bakal punya pacar cantik.
Gitar bass hitam itu kubetot-betot tanpa ampun. Maklum aku bukan petinju yang bisa ninju-ninju samsak atau ninju mukanya Randhi sekalian. Randhi dan Revienda memandangku dalam, seperti aku takkan hidup lebih lama lagi. Randhi mungkin bercerita pada Revienda. Dan aku balas melotot ke mereka berdua.
“Apa???!!!”
Revienda langsung berbalik memandang cermin dan Randhi kembali mengelap gitar biru kesayangannya itu.
Lalu handphone berdering, sms.
“1 New Message – Bidadari Kecil”
“Maaf kalo buat kamu kecewa, sekarang kalo mau ninggalin aku nggapapa”
Aku balas “Ngga, aku ngga mau ninggalin kamu”
Dia membalas  “Trus maumu gimana??”
Aku terdiam sejenak. Kumasukkan handphone kembali ke saku, aku bingung. Lalu kembali latihan.
Menjelang maghrib ku ambil lagi handphoneku dan ku kirimkan ketikan Q&A tadi siang. Lama juga tak dibalas.

Adzan Maghrib berkumandang. mungkin terlihat putus asa, tapi aku menganggapnya bahwa aku sudah tak menghiraukannya, ikhtiar putus dan aku tak mendapat apa-apa kecuali kekecewaan (lagi). Di tengah-tengah risau seperti ini tiba-tiba handphoneku bergetar, dan hatiku ikut bergetar. Rasanya tak sanggup merasakan keriaan seperti ini. Ya, aku melihat tulisan itu, tak berubah walau dibaca dari kiri, kanan, atas, dari sisi meja yang lain, walau kugantung di tiang musala, ditaburi rerumputan, atau tersangkut di bibir si Randhi tulisannya tetap sama “A: OK, BISMILLAH”
Ya Allah, setelah setengah tahun bersabar. Akhirnya mimpiku kugapai. Mimpi yang membuatku terguling-guling dari tidur, yang mengganggu di setiap suap nasi yang kumakan. Dia the distinguished Miss Little Angel jadi milikku.
Dengan semangat kugelar sajadah dan salat, Belum pernah aku salat sekhusyuk ini.

4 komentar: